
Lembaga Pendidikan Maarif NU Kecamatan Tulangan yang kini mengelola Lembaga Pendidikan SMP Hasyim Asj’ari, SMA Persatuan, SMK Persatuan 1, dan SMK Persatuan 2 berdiri tahun 1964. Pada saat itu kesadaran masyarakat untuk membesarkan NU nampak kuat, seolah NU jadi kebanggaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu ditunjukkan dengan dukungan serta komitmen warga yang saat itu aktif dalam setiap kegiatan NU, termasuk pendirian sekolah setingkat SMP yang saat ini bernama Hasyim Asj’ari.
Dari penuturan salah satu anggota Badan Pengawas BPPM NU Tulangan H. Muhammad Cholis bahwa sebelum nama Hasyim Asj’ari dan Persatuan, identitas sekolah bernama Mualimin-Mualimat. Baru pada tahun 1970an nama itu berubah menjadi SMP Hasyim Asj’ari karena berbagai macam pertimbangan, di antaranya alasan politis.
Nama Mualimin-Mualimat jadi tonggak perjuangan NU saat itu. Pasalnya, ketika itu sedang memanasnya konflik NU dengan gerakan Partai Komunis Indonesia dan para simpatisannya.
“Orang NU dulu sama sekarang beda jauh. Pengorbanannya untuk NU harta dan nyawa. Kalau ada uang ya uang, kalau ada hasil panin ya itu,” ungkap Abah Cholis sapaannya.
Menurutnya, ada kemungkinan masyarakat saat itu butuh tempat untuk berlindung dan bernaung di tengah ketidakpastian pilihan politik, konflik politik, dan ideologi negara. NU jadi alternatif bagi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk meraih masa depan berbangsa, memeluk agama, dan kehidupan bernegara.
Dari komitmen itu perwujudan sekolah berlangsung secara singkat. Jumlah pendaftarnya pun cukup banyak untuk ukuran sekolah yang baru berdiri, karena angkatan pertama ada 6 rombongan belajar. Pendaftranya pun dibatasi karena fasilitas sekolah tidak mampu menampung mereka.
“Dulu ada istilahnya rioyo unduh-unduh wong-wong teko ndeso nang kene,” ungkap Abah Cholis.
Artinya, ada banyak warga desa sekitar sekolah yang datang untuk menyumbang materi maupun peserta didik. Tak sedikit dari mereka membawa hasil kebun dan sawah yang kemudian dijual untuk menyumbang sekolah.
Sekolah itu juga menjadi saksi dinamika politik NU yang saat itu turut serta dalam pesta demokrasi. Untuk menjaga netralitas sebuah lembaga Pendidikan, maka namanya pun berganti dari Mualimin Mualimat yang konon identic dengan NU menjadi Hasyim Asj’ari dan Persatuan.
Sekolah itu juga menjadi tonggak sejarah bagi ANSOR bersama NU membuktikan diri sebagai pelopor dalam mendirikan sebuah lembaga pendidikan. Selain itu, pro aktif dalam melawan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mengancam para kiai NU.
“Saat itu ANSOR sedang kuat-kuatnya. Jadi bukan hanya melawan PKI tapi juga membantu mendirikan sekolah,” terang Abah Cholis.
Kekuatan ANSOR dan NU saat itu menarik simpati masyarakat untuk memberi dukungan secara keorganisasian dan politik di republic ini.
Bentuk dukungan lainnya yakni tanah untuk pembangunan sekolah tahap pertama berasal dari sumbangan tanah gogol seluas 2000 Meter dari warga Kepadangan dan Dukuh Kepodang. Sebagai bentuk rasa terima kasih pihak sekolah hingga saat ini membebaskan biaya uang gedung bagi peserta didik dari kedua wilayah itu yang bersekolah di Hasyim Asj’ari atau Persatuan.
Abah Cholis berharap target 3000 peserta didik tercapai tahun ini, karena pada tahun 2003 hingga 2008 sempat mencapai 2600. Selain itu pihak sekolah juga merencanakan pembangunan sekolah dan asrama sekolah karena proses pembebasan tanah senilai hampir 2 Milyar telah selesai.