
Pada awal berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), KH. Wahab Chasbullah sudah menekankan tentang pentingnya sebuah organisasi memiliki media komunikasi.
Media ini nantinya akan berperan sebagai sarana sosialisasi, informasi dan propaganda atas kehadiran sebuah organisasi untuk memperjuangkan Islam Ahlussunnah Waljamaah.
Maksud berdirinya NU sendiri sudah tercantum dalam Anggaran Dasar yang pertama atau dalam bahasa lampau disebut dengan statuta tahun 1926 yang berbunyi “Untuk memegang teguh salah satu dari madzhab imam yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) mengerjakan apa saja yang menjadi kemaslahatan agama Islam”.
Diantara poin ikhtiar ‘mengerjakan apa saja’ adalah menyiarkan agama Islam yang berazaskan pada madzhab dengan jalan apa saja yang baik.
Pentingnya media dalam upaya dakwah Islam Ahlussunnah waljamaah terwujud dalam sebuah majalah bernama Swara Nahdlatoel Oelama yang awal terbit pada tahun 1927. Majalah ini berbahasa jawa dengan aksara arab pegon.
Tidak lama setelah itu muncul majalah kedua yaitu Oetoesan Nahdlatoel Oelama pada bulan Januari 1928. Selanjutnya banyak media bertumbuh dan hilang seiring perkembangan Nahdlatul Ulama, seperti Majalah Berita Nahdlatoel Oelama yang terbit tahun 1931 dan lain sebagainya.
Semangat syiar ini berdasarkan sifat wajib yang ada pada diri Rasulullah yaitu Tabligh, hal ini tercantum dalam Al-Qur’an:
۞ يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ ۗوَاِنْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسٰلَتَهٗ ۗوَاللّٰهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْن
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika engkau tidak melakukan (apa yang diperintahkan itu), berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjaga engkau dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”. (Q.S. 5 : 67)
Sehingga kewajiban menyampaikan risalah tidak hanya menjadi domain Rasulullah SAW sebagai pemegang SK kerasulan. Namun juga bagi siapapun umat Islam yang telah menerima risalah berkewajiban untuk menyampaikan kepada orang lain, agar risalah kebenaran bisa dinikmati banyak orang.
Dalam keterangan lain yang disampaikan oleh Rasulullah SAW:
اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
Artinya: Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah (Shokhih Bukhori 3888).
Ayat Al-Qur’an dan hadits diatas sudah mencukupi bagi umat islam untuk melakukan dakwah atau syiar atas nilai-nilai kebenaran yang tertanam di dalamnya. Apalagi Nahdlatul Ulama yang sedari awal telah memiliki kesepakatan besar yang tercantum dalam statutanya.
Hal ini menjadi kewajiban bagi Pengurus Nahdlatul Ulama pada semua tingkatan untuk melaksanakannya sebagai ekspresi kewajiban berdakwah.
Adapun media dakwah yang hari ini dibutuhkan bagi umat Islam, khususnya warga Nahdliyin sudah mulai berkembang. Tidak hanya melalui pengajian (dakwah bil lisan), pidato dan halaqah, atau dengan media tulis (seperti buku, kitab, koran, majalah dan lain sebagainya) namun sudah berkembang dengan media visual.
Masa sebelum internet hadir media dakwah visual hanya bisa disaksikan lewat televisi maupun video player. Namun, saat ini media dakwah sudah banyak berkembang. Hal inilah yang harus dimanfaatkan oleh warga Nahdliyin untuk bisa berdakwah lebih massif.
Salah satu media dakwah kekinian yang harus diikuti untuk menyebarkan ajaran imam madzhab dan Ahlusunnah Waljamaah adalah media sosial. Mulai dari WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Twitter dan Telegram.
Laporan dari We Are Social, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022. Jumlah itu telah meningkat 12,35% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 170 juta orang.
Secara rinci Whatsapp menjadi media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Persentasenya tercatat mencapai 88,7%. Setelahnya ada Instagram sebesar 84,8%, Facebook 81,3%, TikTok sebesar 63,1% dan Telegram 62,8%.
Hal ini menjadi tantangan bagi Pengurus Nahdaltul Ulama dalam menyampaikan risalah kebenaran serta nilai yang menjadi karakter dari organisasi ini.
Dari tulisan singkat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dakwah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Lebih-lebih sebagai Pengurus Nahdlatul Ulama yang sejak mulanya menyiapkan diri turut serta dalam mensyiarkan ajaran imam madzhab.
Tentu dakwahnya harus dilakukan dengan cara-cara yang arif dan bijaksana, tidak konfrontatif, tidak diskriminatif dan tidak provokatif. Tantangan zaman terkait adanya media sosial menjadi ruang dakwah baru yang harus dilakukan dengan cara professional agar bisa efektif sebagai sarana berdakwah.
Berdakwah dengan media sosial harus memperhatikan etika dan norma-norma ber-medsos. Sehingga benar-benar mendatangkan kemanfaatan bukan sebaliknya menimbulkan permasalahan.
Pewarta: Dodi Dyauddin, Wakil Sekretaris PCNU Sidoarjo (Koordinator Media dan Humas PCNU Sidoarjo)
Editor: Rizqillah